Analisis: 'Stage Completed' Mendadak
Semula saya, yang masih santai-santai di
kasur seusai sholat subuh, menjelajahi Quora untuk bahan bacaan pagi. Satu pertanyaan
muncul di tab Pertanyaan Populer, tentang mundurnya pasukan Rusia dari Suriah.
Semula saya benar-benar kaget, mengira hal itu hanyalah sebuah pengandaian dari
pengguna.
Kenyataannya, di laman depan BBC pun hal itu
menjadi tajuk utama.
Tanah Suriah adalah papan catur. Kita adalah penonton, dan para pemainnya mengatur bidak sedemikian rupa dengan caranya sendiri. Assad dan Putin satu sisi papan, meski bidak berbeda mereka berjalan dengan langkah serupa. Di sisi lain, Obama tetap menonton dan membiarkan yang lain berjalan lebih agresif. Namun tentu, ini tidak sesederhana permainan catur yang hanya terdiri dari hitam dan putih. Faksi oposisi adalah cerita lain, dan ISIS bukan pula cerita yang terpisah.
Tanah Suriah adalah papan catur. Kita adalah penonton, dan para pemainnya mengatur bidak sedemikian rupa dengan caranya sendiri. Assad dan Putin satu sisi papan, meski bidak berbeda mereka berjalan dengan langkah serupa. Di sisi lain, Obama tetap menonton dan membiarkan yang lain berjalan lebih agresif. Namun tentu, ini tidak sesederhana permainan catur yang hanya terdiri dari hitam dan putih. Faksi oposisi adalah cerita lain, dan ISIS bukan pula cerita yang terpisah.
Lantas, salah satu pemain kunci, meski
bukan yang utama, tiba-tiba mengakhiri permainannya. Beberapa pengamat barangkali
mengira bahwa petualangan Putin masih panjang, bahkan mungkin ketika rival
baratnya sudah berganti pemimpin.
Objeksi Putin (oh, kita menggunakan pars
pro toto di sini, Kawan!) pada awalnya adalah mengenai 'kesetiakawanan' terhadap
sekutunya sendiri. Membuktikan bahwa Timur Tengah pun masih bisa dijadikan tempat
unjuk gigi meski Perang Dingin telah berakhir.
Mengirimkan pasukan dengan maksud ingin
menjatuhkan oposisi, menguatkan sahabat meski tak disukai Barat adalah cara
Putin membuktikan kekuatan. Bahwa Rusia masih memiliki daya tempur dan gempur
yang kuat, bahwa mereka masih bisa setidaknya sebanding dengan AS dalam hal militer.
Akan tetapi semua itu berhenti begitu saja.
Rusia menariknya secara mengejutkan. Putin, sebagai orang yang mampu
memperlihatkan taring Rusia kembali setelah doyong di era Gorbachev, bukan
orang sembarangan, dan dapat dipastikan ada motif tertentu yang membuatnya
memutuskan suatu skakmat yang dia tegaskan benar-benar.
Dia mengklaim telah memberikan ruang bagi
Assad dengan memukul mundur faksi oposisi. Tentu ada yang kontra dengan klaim
ini.
Ada penyebutan bahwa serangan Rusia di
Suriah turut menyeret korban non-target. Klaim di sana-sini adalah sebuah hal
lumrah dalam penyerangan, siapapun pelakunya, karena aksi ofensif kolektif
adalah bentukan dari psikologis-psikologis manusia yang punya kesamaan sifat
dasar: ingin bertahan dengan terlihat menang.
Jawaban sebenarnya mengapa Rusia menarik
diri, selain pernyataan bahwa mereka telah berhasil mencapai tujuan, ada hanya di
tangan segelintir orang.
Apakah Putin mencukupkan diri karena dia
telah memperlihatkan kartu as yang masih mereka punyai, ataukah mereka
menghindari akusasi dari dunia jika mereka terus-terusan secara tak sengaja
memakan korban sipil karena serangan udara mereka, di saat mereka sudah
mendapatkan tempat berpijak di puncak, jawaban tebakan tidak akan terlalu penting.
Yang terpenting adalah, bagaimanakah Assad
akan bertindak selanjutnya terhadap negerinya sendiri yang semakin kelabu?
-----------------------------------------
a/n: Pembuka ditulis saat sedang menunggu antrian di restoran cepat saji. I'm not even an IR student, or geopolitic pro, but I am an enthusiast. Glad to receive any food thoughts.
0 komentar: