Senin Menunggu
Dia telah memakai pakaian
terbaiknya. Yang wangi, yang licin, dengan rambut rapi jali. Jam tangan juga
sudah melingkar mantap di pergelangan kiri. Bukan oleh-oleh dari Swiss dan
berpredikat super mahal, sebenarnya, tapi produksi Italia dengan kelas nomor sekian
tidak juga terlihat buruk di dirinya.
Sedikit dilonggarkannya dasinya.
Terlalu kencang untuk sebuah pagi yang rileks tapi bersemangat. Dan dia berucap
“Alright!” di depan refleksinya
sendiri.
#
Ia datang tepat waktu, tapi tentu
saja, seperti biasa, tidak ada yang mau datang lebih cepat darinya. Ia
bersandar di dinding koridor, tak jauh dari pintu, belum terlalu ingin duduk di
dalam.
“Oh, hoi, selamat pagi, Senin!”
Ia tersentak, lalu langsung
tersenyum dan melambaikan tangan. “Rabu! Kantung matamu masih seperti kemarin?
Ha ha!”
“Yeah, biasa, Bung,” dia membalas high five yang Senin tawarkan dengan
sedikit lemas. “Bagaimana?”
“Belum ada yang datang, seperti
biasa,” Senin melirik ke arah ruangan. “Kau?”
“Sudah ada banyak orang yang
membuat janji denganku untuk hal-hal yang menyenangkan. Ho ho. Pssh, kebanyakan
di antara mereka,” ia sedikit mendekat ke telinga Senin, “ingin kencan di
ruanganku. Ha ha ha~ mereka tak sabar untuk menunggu ruanganku dibuka. Tapi
sayangnya, hmmm, mereka harus menunggu urusan mereka selesai di kamarmu dan aku
selesai membersihkan tempat untuk menyambut mereka.”
“Kedengarannya sangat keren. Well, good luck buat bersih-bersihnya,”
Senin menyalami Rabu.
“Yo,” Rabu meninju pelan bahu
Senin, “dan jangan biarkan mereka keluar darimu dengan wajah yang suram, ya, ha
ha ha ha!”
Rabu berlalu, dan Senin melihat
Selasa dari kejauhan, nampak tidak terburu-buru. Mungkin karena ranselnya yang
berat. Punggungnya sedikit condong ke depan menopang itu.
“Selamat pagi, Selasa!”
“Oh, hai, Senin!” ia mendekat dan
mengangkat sebentar tali ransel di bahunya, dia kelihatan pegal. “Masih
menunggu? Selamat menunggu, ya. Aku harus buru-buru—banyak yang harus
kupersiapkan untuk orang-orang produktif yang pasti datang ke ruanganku!”
Senin mengangguk dan tersenyum, “Selamat
bersiap-siap!” dan dia melepas Selasa dengan lambaian. Selasa sudah seperti
seorang pendaki gunung, pikirnya, dan Senin tak dapat membayangkan beban yang
lebih berat lagi dari apa yang ada di pundak Selasa.
Senin terus menunggu dan menunggu.
Sesekali mengetukkan ujung kakinya ke lantai, membentuk gabungan musik-musik
tak tentu yang belakangan digemarinya. Orang-orang belum ada yang menampakkan
diri. Dia juga bersiul, sesekali, tanpa kehilangan sorot mata bersemangatnya,
untuk mengusir kebosanan.
Satu jam menunggu, tidak ada yang
menghampirinya. Lorong juga masih sepi. Gerbang seperti mati tanpa seorang pun
yang melangkah memasukinya.
Dia mencoba berjalan, sesekali
melihat bagian-bagian gedung adalah termasuk salah satu kegemarannya. Pintu
Minggu kelihatan tak rapat, padahal seharusnya dia sudah pulang.
Tetapi, ada gumaman-gumaman yang
membuat langkah Senin berhenti dan membuatnya sedikit ragu untuk terus
berkeliling. Pintu yang tak rapat itu dihampirinya, didorongnya perlahan dan
...
... ada banyak orang di dalamnya.
“Aku masih ingin berada di sini ....”
“Aku sayang ruang Minggu ....”
“Kenapa berada di Minggu terasa
sangat sebentar?”
“Aku tetap di sini, di siniii!”
Beberapa berbaring di lantai,
beberapa tiduran di meja, dan sekian dari mereka duduk-duduk malas di sudut
ruangan. Banyak yang berkerumun di tengah ruang luas tersebut dan menekuk kaki
mereka, menekuri lantai.
Bahu Senin melemas. Sorot matanya
menjadi sayu, untuk sesaat bibirnya pun terkatup rapat dengan tegang.
Namun dia berusaha untuk
tersenyum. “Semuanya, ayo datang ke Senin!”
Hanya ada sekian orang yang
menoleh, itu pun dengan mata yang sangat lelah dan mengantuk.
Senin mencoba tetap tersenyum. Padahal aku sudah menyiapkan banyak kejutan
untuk mereka.
.
###
.
a/n: menurut survei yang dikemukakan
di wolipop (http://m.detik.com/wolipop/read/2010/12/21/114507/1529577/857/selasa-hari-paling-produktif-untuk-bekerja
), selasa itu hari paling produktif dan sssh, rabu itu disukai untuk kencan XD
guys, semangat ya, senin-nya! xoxo
0 komentar: