Target

21.16 , 0 Comments

Target

.
#KarakterINTJ - @KampusFiksi
INTJ: individual, analitis, kreatif, pragmatis, logis, rasional, tidak terlalu sosial, paling independen [—anf1598@wordpress]

.
Rune menggoreskan spidol hitam ke atas kertas hijau yang ada di sisi kiri dalam lokernya. Tulisan 'Target dan Impian Kelas Sebelas: Power Forward tim basket putri sekolah!' akhirnya tertutup oleh tanda silang besar yang tebal. Rune memandanginya sebentar sebelum akhirnya melepaskan kertas itu dari sana. Sisa-sisa lemnya masih menempel di dinding sempit. Rune menggumpalnya kasar, kemudian memasukkannya ke dalam tempat sampai—satu setengah meter dari tempat kakinya berpijak. Sukses, tanpa cela. Hanya dengan lemparan tanpa perlu banyak daya. Kemampuan yang memang bisa diharapkan darinya.

Ada cermin bundar kecil yang terpasang di pintu loker bagian dalam. Rune memandang dirinya yang lain, yang ada di dalam sana. Dia dan basket adalah jodoh, begitu yang dikatakan cermin. Rambut pendek, kulit kecokelatan, dan mata yang tajam. Tapi penampilan hanyalah profit tak terpakai ketika hatinya memang pada akhirnya tidak setuju untuk berada di dunia itu. Rune pun menutup pintu loker dengan cara yang menimbulkan bunyi efek nyaring.

"Ru!"

"Mmn?" Rune hanya menoleh sekilas dan memastikan bahwa dugaannya tak salah.

Kisha masih memakai jersey. Wajahnya basah oleh keringat walau ada handuk yang disampirkan di pundak kanannya. Kepang ekor kudanya berantakan. Dia memperpendek jarak dengan Rune, lalu ikut berjalan lambat dengan napas yang masih kacau.

"Apa?"

"Dera pengin kamu balik ke tim."

Rune menggeleng mantap, "Nggak."

"Turnamen sebentar lagi, Ru. Dia juga mau temenan lagi sama kamu. Terus, kalau kamu ikut main, aku yakin kita menang. Hadiahnya gede. Lebih dari lumayan, tuh."

Sekali lagi, Rune menggeleng. "Kalau dia butuh aku, kenapa dia nggak ngomong langsung, coba."

Kisha terdiam. Sekadar untuk melirik Rune pun enggan. Sedikit takut.

"Mending jujur, lah. Jujur kalau dia perlu skillku sebagai pemain, bukan sebagai kawan. Ketahuan, kok, maunya apa, " Rune memasang jaketnya, "Kamu balik aja. Nggak usai repot-repot ngajak aku karena aku juga nggak bakal mau."

"Tapi kami serius, Ru ..." langkah Kisha melambat. Mulai ragu. Dan matanya cepat meliar begitu bertemu dengan mata Rune. Rune benar dengan analisisnya, dan Kisha-lah yang kalah. Kisha akhirnya berhenti.

"Emangnya siapa kemarin yang marah-marahin aku karena pola mainku yang lebih banyak main sendiri? Yang membicarakanku di belakang dan bilang bahwa aku ini cuma penyendiri yang egois, yang berbakat tapi sayangnya nggak mau kerja bareng tim? Kenapa dia harus datang lagi lalu minta aku balik cuma karena alasan pengin temenan lagi? Alasan dia yang itu nggak rasional, setelah apa yang dia lakuin ke aku, kecuali kalau alasan dia adalah cuma mau nyari titel kemenangan."

Rune pergi tanpa mau menoleh kembali. Koridor dilaluinya dengan cepat. Perpustakaan dimasukinya. Dia mengambil posisi di sudut ruangan, meski banyak bangku tersedia dan dia bisa saja mengambil yang di dekat pintu agar terang atau di tengah-tengah agar sejuk terkena udara dari pendingin ruangan. Atau di dekat jendela agar ramai karena ada beberapa teman seangkatannya.

Dia berada tepat di samping rak buku khusus novel. Rak itu sengaja dibuat di paling ujung oleh pihak perpustakaan, agak terasing dari buku-buku pelajaran lain, untuk mengatur prioritas bacaan murid-murid.

Rune mengeluarkan buku paket fisika dan berikut buku catatannya. Tak lupa sebuah notes kecil berisi kumpulan rumus. Memasang sepasang headset menjadi hal final yang dia lakukan sebelum mengangkat pulpen.

Rune menjeda pekerjaannya setelah beberapa menit, lalu meregangkan tangannya dan memandang pada rak buku yang menempel di dinding. Beberapa novel baru masih cemerlang sampulnya. Ada yang bersampul oranye, dan diambilnya. Dipandanginya sebentar. Dia tersenyum sambil meletakkan kembali buku itu.

Tulisan 'Korona - Rune Deary Amadea' tercetak jelas di sisi samping buku itu.

Dia mulai berpikir untuk menyumbangkan hal serupa untuk kedua kalinya ke perpustakaan ini.

Mungkin tempat untuknya mengaum bukan di keramaian akan orang-orang yang egois, tapi di ruang imajinasinya sendiri, dia pikir.

Sebuah panggilan masuk. Farhan.

"Berhenti dari basket, ya?"

"Iya. Aku ternyata emang kurang cocok kerja di klub yang penuh interaksi begitu. Apalagi orang-orangnya ambisius semua. Dan aku jadinya kurang bisa mengembangkan diriku."

"Oh ...."

"Kenapa?"

"Nggak. Rasanya ada yang beda aja kalau latihan gabungan."

Rune tersenyum kecil. Pipinya agak panas.

"Malam minggu kosong nggak?"

"Iya."

"Oke. Tunggu aja ya. Jam setengah delapan."

Lalu telepon berakhir setelah kesepakatan dicapai. Rune tenggelam lagi di dunianya sendiri. Biarlah sudah, impian dan target kelas sebelas yang ingin dia capai biar lepaslah saja. Yang penting dia merasa nyaman di sudut perpustakaan, dengan musik, rumus-rumus, dan sesekali memikirkan tentang masa depan atau memperhitungkan akan apa yang baiknya dia lakukan setelah ini untuk mengembangkan kreatifitasnya.

Unknown

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

0 komentar: